Kejahatan internet atau yang lebih populer dengan istilah cyber crime ini dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dan korban kejahatan. Dengan sifat seperti itu, semua negara termasuk Indonesia yang melakukan aktivitas internet akan terkena imbas dari perkembangan kejahatan dunia maya.

Sebenarnya upaya untuk mengatasi kejahatan internet ini sudah disepakati di Hongaria pada 23 November 2001. Saat itu ada lebih kurang 30 negara menandatangani convention on cyber crime
sebagai wujud kerja sama multilateral untuk menanggulangi aktivitas kriminal melalui internet dan jaringan komputer lainnya. Namun, upaya penanggulangan kejahatan internet ini menemukan masalah dalam hal yurisdiksi. Pengertian yurisdiksi sendiri adalah kekuasaan atau kemampuan hukum negara terhadap orang, benda, atau peristiwa (hukum). Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara, kesamaan derajat negara, dan prinsip tidak campur tangan.

Dalam konteks ini Indonesia bisa memainkan perannya bersama-sama dengan negara-negara lain di
dunia untuk mengatasi masalah kejahatan internet. Dalam lingkup nasional, kejahatan internet pada saatnya akan menjadi bentuk kejahatan serius yang dapat membahayakan keamanan individu, masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

Kalau UU ITE dilihat dalam perspektif penanggulangan penyalahgunaan internet di atas, maka semestinya tak perlu ada pro dan kontra. Ini karena pada dasarnya kehadiran UU itu untuk melindungi masyarakat dari kerugian dan kehancuran akhlak yang akan berimplikasi pada kelangsungan hidup bangsa dan negara.